Selasa, 31 Mei 2011

Dakwatuna.com – Tangisku pecah, memasuki kamar kosku. Seperti berada dalam pelukan ibuku. Kamar tempatku menumpahkan segala rasa. Kamar tempatku merancang mimpi dan merajut asa. Disini aku bisa menangis sepuasnya. Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau, termasuk menangis dengan tangisan paling menyayat seumur hidupku, begitulah aku mengistilahkannya. Kumatikan ponsel dan semua akses komunikasi. Aku tidak ingin bicara dengan siapapun, karena tak akan ada yang mengerti perasaanku saat itu.

Aku menangis, menjerit, memecah kesunyian, dan menumpahkan semua beban yang membuncah di dadaku. Tak satu pun orang di rumah kos ini. Hanya aku dan Tuhanku. Tuhanku? Kenapa aku bisa melupakannya…Tuhan tempatku bergantung. Tuhan tempatku bermohon, Allah tempatku berbagi.

Setelah hampir satu jam menangis, aku mulai merasa lelah. Seiring suara azan Isya dari masjid sebelah, aku mencoba bangkit. Berwudhu, membasuh wajahku, menyeka sisa air mata yang menempel di pipiku.

Rabb, nikmat Engkau yang mana lagi yang akan hamba dustakan?

Kenapa aku harus menyayat sedemikian menyayat padahal aku masih bisa merasakan dinginnya air wudhu membasahi permukaan kulitku. Setelah itu kuhadapkan diri pada Rabb-ku. Sholat Isya. Allahu Akbar…Maha Besar Allah yang telah menciptakan ujian dan cobaan dalam hidup. Mungkin inilah shalat terbaik dalam hidupku. Sholat dalam keadaan ingatanku akan kematian teramat kuat. Inikah shalat terakhirku?

Kenapa harus aku? Cukup kuatkah aku menjalaninya? Mampukah aku hidup tanpa mimpi dan asa?

Ingatanku kembali pada kejadian siang tadi saat berjalan sendiri melewati lorong-lorong sepi di salah satu rumah sakit. ini hari ke-6 aku menjalani rangkaian pemeriksaan tubuhku di rumah sakit. Keluhan anemia, mual muntah, hipertensi, dan asam urat tinggi kembali terngiang di kepalaku. Hari ini adalah penentuan, sakit apa aku sebenarnya.

Dengan tegap kulangkahkan kakiku menuju ruang periksa dokter spesialis ginjal dan hipertensi. Dengan tenang aku duduk di depan dokter sambil menyerahkan hasil-hasil lab yang jumlahnya sudah tak terhitung lagi.

saat selesai membaca hasil labku yang terbaru, tiba-tiba dokter itu menatapku dalam. Aku hanya tersenyum. Dia menatapku semakin dalam. Tak lama kemudian, meluncurlah kelimat panjang yang seolah menjadi pengantar bayanganku tentang sesuatu : …..KEMATIAN!!!

“Kamu punya Askes? Kerja dimana? Ada jaminan kesehatan nggak? Dengarkan baik-baik, kamu harus menjalani cuci darah dua kali seminggu. Satu kali cuci darah 600.000 rupiah. Artinya, kamu harus sedia uang minimal 4.800.000 rupiah setiap bulan. Kalau tidak, kamu akan mengalami komplikasi penyakit sampai koma dan bisa berakibat pada kematian, gimana?”

Aku perempuan berusia muda, yang datang sendiri ke rumah sakit dengan keyakinan bahwa penyakitku masih bisa di obati dengan minum obat secara rutin, tiba-tiba mendengar istilah baru bernama cuci darah.

Ya Tuhan, apa lagi ini? Jenis pengobatan macam apa ini? Mengapa begitu mahal? Apakah tidak ada alternatif lain? Sudah sedemikian parahkah penyakitku ini?

Segala hal tentang kematian tiba-tiba menggantung di pelupuk mataku. Kucoba menahan bulir bening itu turun dengan mengangkat wajah sambil menatap gambar-gambar yang menempel di dinding. Tidak mungkin aku menjalani cuci darah yang sedemikian mahal. Membayangkannya pun bahkan aku tak sanggup. Yang terngiang di telingaku hanyalah ungkapan sang dokter : Cuci Darah atau Mati!

Dan sampai kini ingin sekali kukatakan “Dokter, tidak bisakah Anda memberi sedikit harapan kepada seseorang yang harus menghadapi kematian ketika teman-temannya sedang merajut mimpi tentang masa depan?”.

Tiba-tiba ada suara keras yang memekakkan telingaku, “IKHLAS!!” Ya, hanya itu. Entah dari mana. Apakah itu suara nuraniku atau jawaban dari pertanyaanku? Aku tak pernah tahu. Yang jelas satu hal yang aku rasakan saat itu, ada kekuatan yang mendorongku untuk berkata, “Rabb, apapun yang akan terjadi, apapun yang harus hamba jalani, hamba ikhlas.”

Ada kekuatan besar yang mampu mendorongku untuk berhenti menangis, berhenti bertanya. Aku mencoba sendiri, lebih banyak mengingat Allah, mencoba memaknai sabar dan ikhlas yang tak terbatas.

Selembar kertas yang bertebaran di meja segera ku raih, jemari lentikku kembali menggerakkan pena..
Hari ini ku ingin sampaikan padamu tentang ikhlas…

Sungguh, Kesabaran itu tak pernah berbatas..
Yakinkan dirimu bahwa tak akan ada kata “Kesabaranku sudah habis” keluar dari mulutmu
Karena ikhlas itu tak pernah boleh berakhir…
Yakinkan dirimu bahwa tak pernah ada kata “Aku sudah tak sanggup lagi” mengalir dalam bibirmu
Karena tugasmu sebagai Abdi Rabbmu..tak akan pernah selesai

Yakinkan dirimu bahwa Rabb-Mu Maha Adil
Yakinkan dirimu bahwa engkau mencintai-Nya..
Yakinkan dirimu bahwa engkau mati hanya untuk-Nya..
Yakinkan dirimu bahwa tak pernah ada sesuatu dan seseorang dalam hatimu kecuali DIA.
Dan akhirnya…keikhlasan itu pun hadir….

Ketika kehendakmu tak sejalan dengan kehendak-Nya…
Biarkan kehendak-Nya yang berjalan atas hidupmu
Karena kehendak-Nya adalah kebaikan untukmu

Ketika inginmu tak sesuai dengan ingin-Nya
Biarkan ingin-Nya menjadi skenario terbaik bagi hidupmu
Karena Dia Mahatahu segala hal tentang dirimu..

Biarkan tangisan mengobati kekecewaanmu
Bukan kecewa pada Robb-Mu..
Tapi kekecewaan pada dirimu sendiri
Karena tak mampu berdiri diatas ingin-Nya..

Hidup harus terus dijalani, Sholehah terkasih…
Semenyakitkan apapun
Siap ataupun tidak
Karena Rabb-Mu tidak pernah butuh persetujuanmu atas setiap kehendak-Nya..

(Didedikasikan untuk saudari saya semoga Allah mengangkat penyakitmu secepatnya, dengan kesembuhan yang tiada sakit setelahnya…)

Markaz Pribadi
Jatipadang, April 2010

Taubatnya Ahli Maksiat

Kisah ini diambil dari majalah “Al-Ummah Al-Qatriyyah” No. 70, dari kolom bertajuk “TAUBAT”, ditulis oleh Husein Uwais Mathar.

Sungguh sahabatku telah berubah, tertawanya renyah lembut menyapa setiap telinga, laksana fajar menyingsing menyambut pagi. Padahal sebelumnya tertawanya seringkali memekakkan telinga dan menyakiti perasaan. Kini pandangannya sejuk penuh tawadhu. Sedangkan sebelumnya penuh dengan pandangan yang destruktif. Ucapan yang keluar dari mulutnya kini penuh dengan perhitungan, padahal sebelumnya sesumbar ke sana kemari melukai dan menyakiti hati orang, tidak peduli dan tidak ada beban dosa. Wajahnya tenang diliputi cahaya hidayah setelah sebelumnya terkesan garang dan tidak ada belas kasihan.

Aku tatap wajahnya, dia paham apa yang aku inginkan, lalu ia berkata,

“Sepertinya engkau ingin bertanya kepadaku. Apa yang membuatmu berubah?”

“Ya, itu yang aku ingin Tanya kepadamu”, tandasku, wajahmu yang kulihat beberapa tahun yang lalu berbeda 180 derajat dengan wajah yang kulihat sekarang.

سُبْحَانَ مُغَيِّرِ الأَحْوَالِ

Maha suci Allah yang Maha merubah keadaan,” katanya penuh rasa syukur. “Hmm… pasti di balik semua itu ada kisah menariknya,” komentarku.

“Ya, kisahnya bila kukenang, selalu menambah keimananku kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, kisahnya melebihi khayalan, namun tetap sebuah kenyataan yang telah merubah arah hidupku, sekarang aku akan ceritakan semua kisah ini.”

Ketika aku sedang mengendarai mobil menuju Kairo, di salah satu jembatan yang menghubungkan kota tersebut, tiba-tiba seekor sapi dan seorang anak kecil melintas di depanku, aku kaget dan tidak dapat mengendalikan kendaraan. Tanpa sadar mobilku terjun ke sungai, dan aku sudah ada di dalam air. Aku angkat kepalaku ke atas agar bisa bernafas, tetapi mobilku terus tenggelam dan air nyaris memenuhi dalam mobilku, tanganku segera menjamah gagang pintu, tapi pintunya terkunci. Saat itu aku merasa akan segera mati, yang terbayang adalah perjalanan hidupku yang penuh dengan dosa dan noda. Segalanya seperti gelap, seperti berada di terowongan yang dalam dan gelap, panik mencekam dan batinku berteriak, “Yaa Rabb… Selamatkanlah aku, bukan dari kematian yang sebentar lagi akan kualami, tapi selamatkanlah aku dari segala dosa yang telah melingkupi diriku, aku merasa jiwaku seperti melayang dan mohon ampun kepada Allah sebelum menemui-Nya, lalu aku mengucap dua kalimat syahadat, aku mulai merasa akan mati.

Aku berusaha menggerakkan tanganku untuk menggapai sesuatu, tiba-tiba tanganku menyentuh sesuatu yang bolong, aku ingat!, bolongan tersebut berasal dari kaca bagian depan, yang pecah sejak tiga hari yang lalu, tanpa pikir panjang lagi, aku dorong sekuat tenaga badanku keluar dari kaca bolong tersebut, aku kembali melihat cahaya terang, aku lihat masyarakat menyaksikan dari tepi sungai seraya saling berteriak keras agar ada salah seorang yang menolongku, lalu terjun dua orang dari mereka ke sungai dan membawaku ke tepinya, dengan fisik yang lemah lunglai aku masih merasa tidak yakin bisa selamat dan kembali hidup, dari kejauhan kulihat mobilku perlahan-lahan terbenam ke dalam air. Sejak detik itu aku merasa sangat ingin meninggalkan masa laluku yang penuh dengan dosa, hal itu langsung kubuktikan sesampainya di rumah, langsung kurobek-robek gambar dan poster para selebritis pujaan dan gambar wanita setengah telanjang yang sengaja kupajang di dinding rumahku, lalu aku masuk ke kamar dan menghempaskan badanku di atas kasur sambil menangis, baru pertama kali ini aku merasa menyesal terhadap dosa-dosa yang telah kuperbuat, semakin keras tangisku dan semakin deras air mataku bercucuran, sementara badanku gemetar. Saat itulah aku mendengar azan, seakan-akan aku baru mendengarnya pertama kali. Aku langsung bangkit berdiri dan segera bergegas mengambil air wudhu. Di masjid, setelah aku menunaikan shalat, aku menyatakan taubat dan mohon kepada Allah agar mengampuniku; Sejak itulah sebagaimana yang engkau lihat sekarang wajahku berubah karena taubat.”

Aku tertegun mendengar ceritanya lalu aku katakan kepadanya :

هَنِيْئًا لَكَ يَا أخِيْ وَحَمْدًا للهِ عَلَى سَلاَمَتِكَ لَقَدْ أَرَادَ اللهُ بِكَ خَيْرًا وَاللهُ يَتَوَلاَّكَ وَيَرْعَاكَ وَيُثَبِّتُ عَلَى الْحَقِّ خُطَاكَ

“Berbahagialah engkau hai saudaraku, segala puji bagi Allah atas keselamatanmu, sungguh Allah telah menghendaki kebaikan terhadapmu, Allah akan selalu melindungimu dan menjagamu, serta mengokohkan langkahmu di atas kebenaran”. (hdn)

Jumat, 27 Mei 2011

Deteksi Dini Kanker Serviks

Pap smear sering dikait-kaitkan dengan kanker leher rahim atau kanker serviks karena tes ini merupakan salah satu cara yang ampuh untuk mendeteksi keberadaan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara ini. Wanita yang berisiko tinggi mengalaminya adalah mereka yang banyak melahirkan, perokok, dan punya banyak pasangan seksual.

Kanker leher rahim adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) onkogenik yang menyerang leher rahim. Gejala kanker ini tidak terlihat sampai kanker memasuki stadium yang lebih jauh. Di sinilah pentingnya kita melakukan Pap smear. Jika pada pemeriksaan Pap smear ini ditemukan tanda-tanda awal kanker leher rahim, maka peluang untuk bisa menyembuhkannya sangat tinggi.

Makanan Meningkatkan Daya Ingat

Selain “makanan rohani” berupa rangsangan yang mencerdaskan, otak anak juga butuh “makanan jasmani” berupa brain food, yang diyakini mampu merangsang pertumbuhan sel-sel otak, meningkatkan daya ingat dan konsentrasi berpikir.

Kuning telur kaya kandungan choline, suatu zat yang membantu perkembangan daya ingat.
Ikan Salmon adalah sumber asam lemak omega-3, DHA dan EPA, yang sangat penting untuk pertumbuhan dan fungsi otak.
Selai kacang banyak mengandung asam lemak omega 3.
Daging sapi tanpa lemak kaya akan mineral seng yang membantu memelihara daya ingat. Ditambah kandungan zat besi yang mampu membuat anak tetap berenergi dan berkonsentrasi.
Stroberi, blueberry, ceri, atau blackberry kaya asam lemak omega-3, selain tinggi vitamin C.